MAKALAH
FILSAFAT PANCASILA
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah
“Filsafat
Pancasila”
Yang dibimbing oleh Bu. Indri Hadidiswati, S.H.,M.Hum
Disusun Oleh :
* JUARIKA (14187205018)
*LINDA
AGUSTINA (14187205011)
*ROHMAN
NUR IKHSAN (14187205014)
*MIFTAKHUL
ULUM (14187205012)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
STKIP PGRI TULUNGAGUNG
Oktober, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup
dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga kami diberikan kemampuan dan kemudahan dalam penyusunan
Makalah Filsafat Pancasila.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum
cukup baik, kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. kami juga menyadari bahwa kami
masih banyak mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam materi, sehingga
menjadikan keterbatasan bagi saya pula untuk memberikan penjelasan yang lebih
dalam tentang masalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, saya mohon maaf sebesar-besarnya bila
terdapat kekurangan dan kesalahan. semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita
dan juga dapat menambah pengetahuan kita agar dapat lebih luas lagi.
Tulungagung,
14 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... ………………….. i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... …...........................i
KATA PENGANTAR ................................................................................... …………............. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ………………….iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ...................................................................................... …......................... iv
B.
Rumusan Masalah ................................................................................. ………………….. v
C.
Tujuan Penulisan .................................................................................... ………………..... vi
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pancasila……………………………………………….….………...1
B. Bentuk Perumusan Pancasila………………………………………………………….…2
C. Relasi Kausalitas Dalam Pancasila………………………………………………………6
D. Pengertian Hakikat Pancasila……………………………………………………………8
E. Pancasila Sebagai Suatu Sistem…………………………………………………………9
F. Pancasila Suatu Sistem Filsafat………………………………………………..…….…10
G. Pengertian Filsafat Pancasila…………………………………………………………...10
H. Filsafat Sebagai Ilmu…………………………………………………………………...11
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................... ..………………...12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ….……...…….... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia telah dijajah oleh Kerajaan Belanda
selama kurang lebih tiga setengah abad lamanya. Pada tahun 1942 Kerajaan Jepang
telah mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia. Dan pada tahun itu pula
mulailah Penjajahan Jepang atas tanah air kita.
Baik penjajahan Belanda maupun Penjajahan Jepang itu
membawa penderitaan lahir dan batin pada rakyat Indonesia. Telah menimbulkan
kebencian di samping memupuk rasa persatuan di kalangan bangsa Indonesia. Hal
ini terbukti, ketika Jepang memaksa pemimpin-pemimpin kita kala itu agar mau
bekerjasama melawan sekutu demi kepentingan mereka sendiri. Para pemimpin itu
menerima ajakan Jepang dan menggunakan kesempatan ini sebagai media menggalang
persatuan bangsa sehingga lebih kokoh dalam menyiapkan perjuangan selanjutnya
mencapai Indonesia merdeka.
Akhirnya, melalui serangkaian perjuangan berdarah,
Indonesia berhasil mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Termasuk Pancasila yang merupakan “produk” kebanggaan bangsa dengan menjadi
ideologi, landasan hidup, dan falsafah negara.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian Filsafat Pancasila?
b. Apa Bentuk Perumusan Pancasila?
c. Relasi Kausalitas Dalam Pancasila?
d. Pengertian Hakikat Pancasila?
e. Apa maksud Pancasila Sebagai Suatu Sistem?
f.
Apa
maksud Pancasila Suatu Sistem Filsafat?
g. Pengertian Filsafat Pancasila?
h. Jelaskan Filsafat Sebagai Ilmu?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.
b. Untuk mengetahui Bentuk Perumusan Pancasila.
c. Untuk mengetahui Relasi Kausalitas Dalam
Pancasila.
d. Untuk mengetahui Pengertian Hakikat Pancasila.
e. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Suatu
Sistem.
f.
Untuk
mengetahui Pancasila Suatu Sistem Filsafat.
g. Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.
h. Untuk mengetahui Filsafat Sebagai Ilmu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
PANCASILA
Pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan
pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang
terdalam (sampai intinya yang terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan pancasila
yang demikian itu juga merupakan suatu pengetahuan yang terdalam yang merupakan
hakikat pancasila yang bersifat essensial, abstrak, umum universal, tetap dan
tidak berubah (Notonagoro, 1966:34). Hal ini juga sering di sebut pengertian
dari segi obyek formalnya. Dari obyek materialnya maka pengertian fisafat
pancasila yaitu suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan
menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia yang
nilai-nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri.
(Notonegoro,966:35).
Pengertian
lain dari Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang oleh
bangsa Indonesia dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai suatu kenyataan,
norma-norma, nilai-nilai yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan
non-religius. Maka filsafat Pancasila tergolong ke dalam filsafat religius. Ini
berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal
adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran
Religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk
kemampuan pemikirnya.
Begitupun kalau filsafat dibedakan dalam arti teoritis
dan filsafat dalam arti praktis, maka filsafat Pancasila termasuk dalam arti
praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran
yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan
kebijaksanaan, tidak sekedar memenuhi hasrat ingin tahu, tetapi sebagai pedoman
hidup sehari-hari (filsafat hidup, way
of life, dan sebagainya).
Sebagaimana diungkapkan Ruslan Abdul Gani, bahwa
Pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa
Indonesia. Dikatakan filsafat karena merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the
founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem
yang tepat.
B.
BENTUK PERUMUSAN PANCASILA
Rumusan I:
Moh. Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan
mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik
Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno
BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan
II: Ir.Soekarno,
Selain Muh
Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di
antaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian
dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Namun masyarakat bangsa indonesia ada
yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan
Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah
usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara
harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa
(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno
di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan
III: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah
dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, 9 orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang
bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah
masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan
pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut
memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan
sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan
mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam
menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi
Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di
bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan
oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar”.
Dokumen ini pula yang disebut Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar
negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan
kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan
rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Rumusan
IV: BPUPKI
Pada sesi
kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam
rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu
Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi
12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan
sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945
hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan
kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara
hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh
masyarakat luas.
Rumusan V:
PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang
mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa
Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI
Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera
diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia
daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di
antaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan
keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut
disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru
diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil
golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, di antaranya Teuku
Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan
itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui
penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan
Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945
usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat
pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus
Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai
oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD
1945.
Rumusan VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik
Indonesia semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI
Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah
kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan
hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI
pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri
mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan
seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara
terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui
pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan
satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
Rumusan
VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara
itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian
RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei
1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13],
dan NST[14]. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI
Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan
negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang
Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal
15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf
keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan
VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD
Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan
negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno,
mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya
menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945
menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan
kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD
kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan
IX: Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan
dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan
ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum
DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan
Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan X: Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan
dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh
masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan
diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan
ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan
kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat
terakhir. Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
C.
RELASI KAUSALITAS PANCASILA
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan
terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ditinjau
dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal
mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertiannya
adalah sebagai berikut:
1.
ASAL MULA YANG LANGSUNG
Asal
mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila
tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai berikut:
a. Asal
mula bahan (Kausa Materialis)
Asal
bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian
dan pandangan hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-nilai
adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
b. Asal
mula bentuk (Kausa Formalis)
Asal
mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta
serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam
hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
c. Asal
mula karya (Kausa Effisien)
Asal
mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara
menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai
pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila
menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam
siding-sidang BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.
d. Asal
mula tujuan (Kausa Finalis)
Tujuan
dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai dasar
negara. Adapun asal mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan Panitia
Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang menentukan tujuan
dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang
sah.
2.
ASAL MULA YANG TIDAK LANGSUNG
Asal
mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan
yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa
Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah sebagai
erikut:
a. Nilai-nilai yang menjadi
unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar negara
yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia sebelum membentuk negara.
b. Nilai-nilai tersebut
terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara
dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
c. Dengan demikian asal mula
tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri sebagai Kausa Materialis yaitu sebagai
asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Berdasarknan
tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk Negara, nila-nilai
tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa terbentuknya pancasila bukan merupakan
hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang dan bukan hasil
pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara
tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.
D.
PENGERTIAN HAKIKAT PANCASILA
Bicara
tentang hakikat berarti membicarakan tentang hal-hal yang hakiki atau mendasar.
Demikian juga halnya dengan upaya memehami hakikat pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Karena pancasila memiliki keluasan
arti filosofis, maka dari dua pengertian pokok tersebut dapat di beri
arti yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut;
a. Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila bukan
lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan proses panjang yang di dasari
oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia serta malihat pengalaman bangsa-bangsa
lain, kedudukan pancasila sebagai dasar Negara, sebagai mana yang tertuang
dalam pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib hokum tertinggi yang mengatur
kehidupan Negara dan masyarakat.
b. Pancasila sebagai pandangan hidup
Fungsi
pokok pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah sebagai
pegangan hidup, pedoman hidup, dan petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan
penghidupan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia.
c. Pancasila sebagai kepribadian
bangsa Indonesia
Kepribadian,
artinya gambaran tentang sikap dan prilaku, atau amal perbuatan manusia,
yang khas yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain. Ciri-ciri khas kepribadian
bangsa Indonesia tercermin dalam sila-sila pancasila, yaitu bahwa bangsa
Indonesia bangsa yang:
Ø Berketuhanan yang maha esa
Ø Berkemanusiaan yang adil dan beradab
Ø Berjiwa persatuan dan kesatuan
bangsa
Ø Berjiwa musyawarah mufakat untuk
mencapai hikmat kebilaksanaan, dan
Ø Bercita-cita mewujudkan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia
d. Pancasila sebagai pejanjian luhur
bangsa Indonesia
Istilah ‘’pancasila
sebagai perjanjian luhur bangsa indonesia’’ ini muncul dalam pidato kenegaraan
presiden soekarno di depan siding dewan perwakilan rakyat gotong royong (DPR-GR).
Pada tanggal 16 agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur
seluruh rakyat Indonesia.
e. Pancasila sebagai cita-cita dan
tujuan bangsa Indonesia
Untuk
lebih jelasnya, ganbaran pancasila sebagai citi-cita dan tujuan bangsa
Indonesia akan tampak pada rincian dan tujuan bangsa dan Negara Indonesia dalam
alenia keempat pembukaan UUD 1945, yaitu;
Ø Melindungi segenap bangsa Indonesia
da seluruh tumpah darah Indonesia
Ø Mumajukan kesejahteraan umum
Ø Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø Ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
f. Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum
Mengandung
pengertian dijadikan pancasila sebagai dasar aturan bagi seluruh peraturan
hukum di Indonesia bahwa segala peraturan hukum berlaku harus selalu bersumber
berdasar kepada pancasila berjunjung dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri
tidak boleh bertentangan.
E.
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
Pancasila
terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud
dengan system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø Suatu kesatuan bagian-bagian
Ø Bagian-bagian tersebut mempunyai
fungsi sendiri-sendiri
Ø Saling berhubungan, saling
ketergantungan
Ø Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
Ø Terjadi dalam suatu lingkungan yang
kompleks (shore dan voich, 1974:22).
Pancasila
yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan
tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
Isi
sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat
Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asa
peradaban. Namun demikian sila-sila panasila itu bersama-sama merupakan suatu
kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak)
dari kesatuan pancasila. Maka dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan
sutau kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal
artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpaiah
dari sila yang lainnya.
F.
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat Adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan
untuksatu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpiahkan satu
dengan yang lainnya. Jadi pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang
saling berkaitan satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
DEFINISI
SISTEM :
Sistem
adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian dan unsurnya saling
berkaitan (sinkron), saling berhubungan (konektivitas), dan saling bekerja sama
satu sama lain untuk satu tujuan tertetu dan meupakan keseluruhan yang utuh.
DEFINISI
FILSAFAT :
Filsafat
dalam bahasa inggris yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa yunani yaitu philosophia, yang terdiri atas dua kata yaitu philos
(cinta) atau philia (persahabatan) dan shopos (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengetahuaan, keterampilan, intelegensi). Jadi
secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of
wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa arab disebut failasuf.
Dalam pengertian lain filsafat adalah pemikiran fundamental dan monumental
manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan), karenanya
kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan
hidup.
G.
PENGERTIAN SISTEM FILSAFAT PANCASILA
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk
satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Jadi Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit
yang saling berkaitan satu sama lain,dan memiliki fungsi serta tugas
masing-masing.
H.
FILSAFAT SEBAGAI ILMU
Dikatakan
filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung empat
pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, kemanakah, dan apakah.
Ø Pertanyaan bagaimana menanyakan
sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indra. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Ø Pertanyaan mengapa menanyakan
tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang
diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Ø Pertanyaan ke mana menanyakan apa
yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban
yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu: pertama pengetahuan yang
timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya
pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan
sebagai dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang
timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut
selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga,
pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal
yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban
kemanakah adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
Ø Pertanyaan apakah yang menanyakan
tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat
dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengerti
oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat
mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal, sangat abstrak.
Dengan
demikian, kalau ilmu-ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu
ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke
hakikat. Untuk mencari /memperoleh pengetahuan hakikat, haruslah dilakukan
dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan,
sifat-sifat yang secara kebetulan (sifat-sifat yang harus tidak
ada/aksidensia), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada
(mutlak) yaitu substansia, maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø Pengertian
Filsafat Pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu
pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang
terdalam).
Ø Rumusan
pancasila Rumusan I: Moh. Yamin, Mr., Rumusan II: Soekarno, Ir. Rumusan
III: Piagam Jakarta, Rumusan IV: BPUPKI, Rumusan V: PPKI, Rumusan VI:
Konstitusi RIS, Rumusan VII: UUD Sementara, Rumusan VIII: UUD 1945, Rumusan IX:
Versi Berbeda, Rumusan X: Versi Populer.
Ø Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan
terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ø Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah
suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan saling
berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi
Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu
sama lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Kaelan .M.S., 2002, Filsafat
Pancasila, Buku I, Paradikma, Yogyakarta.
https://www.google.com/search?q=filsafat+sebagai+ilmu&ie=utf-8&oe=utf-8# diakses pada tanggal 12 oktober
2015
Good makalah
BalasHapus