Sabtu, 21 November 2015

MAKALAH FILSAFAT PANCASILA



MAKALAH
                             FILSAFAT PANCASILA
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Pancasila
Yang dibimbing oleh Bu. Indri Hadidiswati, S.H.,M.Hum
                                                                                   


Disusun Oleh :
* JUARIKA (14187205018)
*LINDA AGUSTINA (14187205011)
*ROHMAN NUR IKHSAN (14187205014)
*MIFTAKHUL ULUM (14187205012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
STKIP PGRI TULUNGAGUNG
Oktober, 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasihNya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjukNya sehingga kami diberikan kemampuan dan kemudahan dalam penyusunan Makalah Filsafat Pancasila.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum cukup baik, kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam  makalah ini. kami juga menyadari bahwa kami masih banyak mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam materi, sehingga menjadikan keterbatasan bagi saya pula untuk memberikan penjelasan yang lebih dalam tentang masalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, saya mohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kekurangan dan kesalahan. semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita dan juga dapat menambah pengetahuan kita agar dapat lebih luas lagi.




                                                                     Tulungagung, 14 Oktober 2015


                                                                                     Penyusun










DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... ………………….. i 
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... …...........................i 
KATA PENGANTAR ................................................................................... …………............. ii 
DAFTAR ISI ................................................................................................. ………………….iii 
BAB I  PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang ...................................................................................... …......................... iv
B.     Rumusan Masalah ................................................................................. ………………….. v
C.     Tujuan Penulisan .................................................................................... ………………..... vi
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian Filsafat Pancasila……………………………………………….….………...1
B.     Bentuk Perumusan Pancasila………………………………………………………….…2
C.     Relasi Kausalitas Dalam Pancasila………………………………………………………6
D.     Pengertian Hakikat Pancasila……………………………………………………………8
E.      Pancasila Sebagai Suatu Sistem…………………………………………………………9
F.      Pancasila Suatu Sistem Filsafat………………………………………………..…….…10
G.     Pengertian Filsafat Pancasila…………………………………………………………...10
H.     Filsafat Sebagai Ilmu…………………………………………………………………...11
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan.......................................................................................... ..………………...12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ….……...…….... 12






BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia telah dijajah oleh Kerajaan Belanda selama kurang lebih tiga setengah abad lamanya. Pada tahun 1942 Kerajaan Jepang telah mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia. Dan pada tahun itu pula mulailah Penjajahan Jepang atas tanah air kita.
Baik penjajahan Belanda maupun Penjajahan Jepang itu membawa penderitaan lahir dan batin pada rakyat Indonesia. Telah menimbulkan kebencian di samping memupuk rasa persatuan di kalangan bangsa Indonesia. Hal ini terbukti, ketika Jepang memaksa pemimpin-pemimpin kita kala itu agar mau bekerjasama melawan sekutu demi kepentingan mereka sendiri. Para pemimpin itu menerima ajakan Jepang dan menggunakan kesempatan ini sebagai media menggalang persatuan bangsa sehingga lebih kokoh dalam menyiapkan perjuangan selanjutnya mencapai Indonesia merdeka.
Akhirnya, melalui serangkaian perjuangan berdarah, Indonesia berhasil mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Termasuk Pancasila yang merupakan “produk” kebanggaan bangsa dengan menjadi ideologi, landasan hidup, dan falsafah negara.

B. RUMUSAN MASALAH
a.       Pengertian Filsafat Pancasila?
b.      Apa Bentuk Perumusan Pancasila?
c.       Relasi Kausalitas Dalam Pancasila?
d.      Pengertian Hakikat Pancasila?
e.       Apa maksud Pancasila Sebagai Suatu Sistem?
f.        Apa maksud Pancasila Suatu Sistem Filsafat?
g.       Pengertian Filsafat Pancasila?
h.       Jelaskan Filsafat Sebagai Ilmu?


C. TUJUAN PENULISAN
a.       Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.
b.      Untuk mengetahui Bentuk Perumusan Pancasila.
c.       Untuk mengetahui Relasi Kausalitas Dalam Pancasila.
d.      Untuk mengetahui Pengertian Hakikat Pancasila.
e.       Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Suatu Sistem.
f.        Untuk mengetahui Pancasila Suatu Sistem Filsafat.
g.       Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.
h.       Untuk mengetahui Filsafat Sebagai Ilmu.



BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan pancasila yang demikian itu juga merupakan suatu pengetahuan yang terdalam yang merupakan hakikat pancasila yang bersifat essensial, abstrak, umum universal, tetap dan tidak berubah (Notonagoro, 1966:34). Hal ini juga sering di sebut pengertian dari segi obyek formalnya. Dari obyek materialnya maka pengertian fisafat pancasila yaitu suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri. (Notonegoro,966:35).
Pengertian lain dari Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai suatu kenyataan, norma-norma, nilai-nilai yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non-religius. Maka filsafat Pancasila tergolong ke dalam filsafat religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran Religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan pemikirnya.
Begitupun kalau filsafat dibedakan dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, maka filsafat Pancasila termasuk dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar memenuhi hasrat ingin tahu, tetapi sebagai pedoman hidup sehari-hari (filsafat hidup, way of life, dan sebagainya).
Sebagaimana diungkapkan Ruslan Abdul Gani, bahwa Pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan filsafat karena merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat.

B. BENTUK PERUMUSAN PANCASILA
Rumusan I: Moh. Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan II: Ir.Soekarno,
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di antaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan III: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni9 Juli 1945, 9 orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.
Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Rumusan IV: BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
Rumusan V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13], dan NST[14]. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan IX: Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan X: Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir. Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
C. RELASI KAUSALITAS PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
1.  ASAL MULA YANG LANGSUNG
Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai berikut:
a. Asal mula bahan (Kausa Materialis)
Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)
Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
c. Asal mula karya (Kausa Effisien)
Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.
d. Asal mula tujuan (Kausa Finalis)
Tujuan dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Adapun asal mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang sah.
2.  ASAL MULA YANG TIDAK LANGSUNG
Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah sebagai erikut:
a. Nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri sebagai Kausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Berdasarknan tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk Negara, nila-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa terbentuknya pancasila bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang dan bukan hasil pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.
D. PENGERTIAN HAKIKAT PANCASILA
Bicara tentang hakikat berarti membicarakan tentang hal-hal yang hakiki atau mendasar. Demikian juga halnya dengan upaya memehami hakikat pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena pancasila memiliki keluasan arti filosofis, maka dari dua pengertian pokok tersebut  dapat di beri arti yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut;
a. Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan proses panjang yang di dasari oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia serta malihat pengalaman bangsa-bangsa lain, kedudukan pancasila sebagai dasar Negara, sebagai mana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib hokum tertinggi yang mengatur kehidupan Negara dan masyarakat.
b. Pancasila sebagai pandangan hidup
Fungsi pokok pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, dan petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

c. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Kepribadian, artinya gambaran  tentang sikap dan prilaku, atau amal perbuatan manusia, yang khas yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain. Ciri-ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tercermin dalam sila-sila pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia bangsa yang:
Ø  Berketuhanan yang maha esa
Ø  Berkemanusiaan yang adil dan beradab
Ø  Berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa
Ø  Berjiwa musyawarah mufakat untuk mencapai hikmat kebilaksanaan, dan
Ø  Bercita-cita mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
d. Pancasila sebagai pejanjian luhur bangsa Indonesia
Istilah ‘’pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa indonesia’’ ini muncul dalam pidato kenegaraan presiden soekarno di depan siding dewan perwakilan rakyat gotong royong (DPR-GR). Pada tanggal 16 agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur seluruh rakyat Indonesia.
e. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
Untuk lebih jelasnya, ganbaran pancasila sebagai citi-cita dan tujuan bangsa Indonesia akan tampak pada rincian dan tujuan bangsa dan Negara Indonesia dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945, yaitu;
Ø  Melindungi segenap bangsa Indonesia da seluruh tumpah darah Indonesia
Ø  Mumajukan kesejahteraan umum
Ø  Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø  Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
f. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
Mengandung pengertian dijadikan pancasila sebagai dasar aturan bagi seluruh peraturan hukum di Indonesia bahwa segala peraturan hukum berlaku harus selalu bersumber berdasar kepada pancasila berjunjung dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri tidak boleh bertentangan.

E. PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
Pancasila terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan system adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø  Suatu kesatuan bagian-bagian
Ø  Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
Ø  Saling berhubungan, saling ketergantungan
Ø  Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
Ø  Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan voich, 1974:22).
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asa peradaban. Namun demikian sila-sila panasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila. Maka dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan sutau kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpaiah dari sila yang lainnya.

F. PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat Adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuksatu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpiahkan satu dengan yang lainnya. Jadi pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
DEFINISI SISTEM :
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian dan unsurnya saling berkaitan (sinkron), saling berhubungan (konektivitas), dan saling bekerja sama satu sama lain untuk satu tujuan tertetu dan meupakan keseluruhan yang utuh.
DEFINISI FILSAFAT :
Filsafat dalam bahasa inggris yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia, yang terdiri atas dua kata yaitu philos (cinta) atau philia (persahabatan) dan shopos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengetahuaan, keterampilan, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa arab disebut failasuf. Dalam pengertian lain filsafat adalah pemikiran fundamental dan monumental manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan), karenanya kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup.

G. PENGERTIAN SISTEM FILSAFAT PANCASILA
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.

H. FILSAFAT SEBAGAI ILMU
Dikatakan filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, kemanakah, dan apakah.
Ø  Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indra. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Ø  Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Ø  Pertanyaan ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu: pertama pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban kemanakah adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
Ø  Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal, sangat abstrak.
          Dengan demikian, kalau ilmu-ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat. Untuk mencari /memperoleh pengetahuan hakikat, haruslah dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat-sifat yang secara kebetulan (sifat-sifat yang harus tidak ada/aksidensia), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ø  Pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam).
Ø  Rumusan pancasila Rumusan I: Moh. Yamin, Mr., Rumusan II: Soekarno, Ir. Rumusan III: Piagam Jakarta, Rumusan IV: BPUPKI, Rumusan V: PPKI, Rumusan VI: Konstitusi RIS, Rumusan VII: UUD Sementara, Rumusan VIII: UUD 1945, Rumusan IX: Versi Berbeda, Rumusan X: Versi Populer.
Ø  Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ø  Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain,dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Kaelan .M.S., 2002, Filsafat Pancasila, Buku I, Paradikma, Yogyakarta.

1 komentar: